Foto;Pribadi ( Yerry Kogopa KA).doc, |
Oleh: Yerry Kogopa
(Artikel)-,Pada tahun ajaran 2008 ini, Universitas Cendrawasih papua untuk pertama kalinya membuka jurusan Ilmu Hubungan Internasional (HI). Pada tahun sebelumnya, telah terlebih dahulu membuka program yang sama. Di seluruh Indonesia, telah terdapat kurang lebih 30 institusi perndidikan baik perguruan tinggi negeri maupun swasta yang membuka jurusan HI. Berdasarkan kenyataan tersebut, nampaknya masyarakat masih antusias dengan keberadaan program studi ini.
Di sisi lain, sebuah harian nasional (23/8) melansir berita mengenai dilema penganggur terdidik. Tajuk rencana harian tersebut menyebutkan bahwa sebanyak 4,5 juta atau separuh lebih dari penganggur terbuka di Indonesia adalah penganggur terdidik. Porsi tersebut meningkat drastis dari 17 persen (2004) menjadi 50.3 persen (2008). Artinya, memang ada yang perlu dibenahi dari sistem pendidikan nasional karena sistem yang ada selama ini banyak dinilai tidak match dengan kebutuhan industri atau sektor-sektor ekonomi lainnya. Sistem pendidikan nasional cenderung mengedepankan prestasi akademis daripada penyerapan pasar kerja. Selanjutnya, timbul keresahan terhadap tingginya penganggur terdidik ini karena sebagai orang yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, para penganggur terdidik tersebut akan berpotensi menyalahgunakan intelektualitasnya yang bisa memicu kerawanan dan persoalan sosial.
Tentunya, jurusan Ilmu Hubungan Internasional ini juga dibentuk untuk memberikan kompetensi bagi mahasiswanya agar tidak menjadi kontributor terhadap tingginya angka penganggur terdidik di Indonesia. Tidak dipungkiri bahwa mayoritas mahasiswa HI umumnya tertarik dengan program studi HI karena ingin menjadi diplomat. Lebih lanjut, uniknya, sebagian mereka ingin merasakan pergi atau bekerja di luar negeri. Sangat wajar bila keinginan tersebut muncul karena gambaran seorang diplomat yang necis, smart, dan selalu keliling ke luar negeri selalu memberi motivasi tersendiri bagi para mahasiswa HI.
sisi
lain, mahasiswa HI perlu mencermati bahwa persaingan untuk menjadi diplomat
Indonesia sangatlah ketat. Pada tahun 2008 ini, dari 11.856 berkas yang masuk
untuk mendaftar sebagai Pejabat Diplomatik dan Konsuler, hanya 8.187 berkas
yang lolos seleksi administrasi yang selanjutnya berhak mengikuti ujian
substansi (diadakan pada bulan September) di Jakarta. Dari ribuan pelamar
tersebut, tidak lebih dari seperempatnya yang akan dinyatakan lolos untuk
mengikuti seleksi penguasaan bahasa asing (diadakan pada bulan Oktober).
Seleksi berlapis ini dilakukan agar Deplu benar-benar mendapat seorang pejabat
diplomatik yang kompeten.
Lantas, kemanakah para lulusan HI yang tidak lolos (atau tidak berminat) menjadi seorang diplomat? Mereka umumnya akan ikut bertarung bersama lulusan program studi lain pada berbagai macam profesi seperti jurnalis, dosen, instansi pemerintah lain, LSM, pegawai bank, perusahaan nasional ataupun multinasional, dan bahkan akan menjadi salah satu bagian dari penganggur terdidik (meskipun untuk sementara waktu).
Lantas, kemanakah para lulusan HI yang tidak lolos (atau tidak berminat) menjadi seorang diplomat? Mereka umumnya akan ikut bertarung bersama lulusan program studi lain pada berbagai macam profesi seperti jurnalis, dosen, instansi pemerintah lain, LSM, pegawai bank, perusahaan nasional ataupun multinasional, dan bahkan akan menjadi salah satu bagian dari penganggur terdidik (meskipun untuk sementara waktu).
Solusi
utama agar jurusan HI maupun para mahasiswanya tidak terjebak dalam kemelut ini
adalah dengan selalu mencermati kondisi internasional, melakukan terobosan
dalam pengajaran studi HI dan selalu memberikan sekaligus mengembangkan
lifeskill para mahasiswanya.
Kondisi Internasional Kontemporer
Kondisi Internasional Kontemporer
Tidak diragukan lagi bahwa fenomena internasional kontemporer ditandai dengan semakin terintegrasinya segala aspek kehidupan manusia baik secara politik, ekonomi, sosial dan bahkan budaya dalam kerangka globalisasi. Integrasi yang mengarah pada kondisi state borderless tersebut sedikit banyak telah mengurangi otoritas negara sehingga negara bukan lagi aktor dominan dalam global village. Globalisasi memunculkan bentuk hubungan interdependence dan interconnection antar negara dan aktor-aktor lain non-negara. Akibatnya, isu-isu global kontemporer tidak lagi berputar pada permasalahan perang dan keamanan internasional semata (yang selalu mendominasi keilmuan HI pada abad 19), melainkan juga isu-isu non-konvensional lain seperti terorisme, global warming, transational crime, global poverty dan sebagainya yang tentunya menuntut peran serta semua aktor untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut.
Dalam
globalisasi, isu ekonomi dan perdagangan internasional merupakan isu yang
berjalan paling intens, dinamis dan paling menyita perhatian. Fenomena globalisasi
membawa perubahan yang sangat signifikan terhadap kegiatan ekonomi
internasional baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Globalisasi ekonomi
dan perdagangan yang ditopang oleh banyak faktor antara lain kemajuan teknologi
informasi, transportasi, komunikasi dan ketersediaan infrastruktur yang memadai
memungkinkan dilakukannya perdagangan lintas batas negara dalam waktu yang
relatif singkat. Dampaknya, ekonomi antar negara menjadi semakin bergantung
satu sama lain dalam lingkup global. Ini berarti bahwa kebijakan ekonomi suatu
negara akan sangat berpengaruh terhadap kehiduan ekonomi negara lain. Oleh
karenanya, suatu negara tidak lagi dapat mengambil kebijakan nasional tanpa
mempertimbangkan lingkungan ekonomi global.
Ironinya, globalisasi juga membawa pengaruh buruk dalam dunia internasional.
Ironinya, globalisasi juga membawa pengaruh buruk dalam dunia internasional.
Masalah
domestik di suatu negara bisa menjadi masalah global. Kebakaran hutan di
Indonesia tidak hanya merugikan Indonesia semata tetapi hingga regional Asia
Tenggara. Di sisi lain, globalisasi telah menciptakan strata dan ketimpangan
sosial ekonomi di dunia. Di negara dunia ketiga, globalisasi justru menimbulkan
bentuk eksploitasi baru dalam kerangka imperialisme negara-negara maju.
Akibatnya, hanya segelintir golongan saja yang dapat menikmati kue globalisasi
sementara mayoritas warga dunia masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Terobosan Pembelajaran Studi HI
Jika mencermati fenomena internasional kontemporer, maka pembelajaran studi HI akan selalu mengalami tantangan karena akan selalu berkejar-kejaran dengan kondisi internasional. Selanjutnya, hanya lulusan HI yang mampu menganalisa dan memprediksi kondisi internasionallah yang nantinya akan memperoleh keuntungan dan mampu survive dalam era globalisasi ini. Maka, tugas perguruan tinggi kemudian harus mampu menyediakan kurikulum yang tidak hanya berbasis kompetensi, tetapi juga mampu berjalan seiring dengan kondisi global melalui metode pembelajaran aktif, terbuka, dan komprehensif.
Metode pembelajaran aktif yang juga dikenal dengan sebutan active learning dalam skema student centered learning kini telah banyak dipergunakan pada pembelajaran di level pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pada beberapa waktu yang lalu, rubrik pendidikan harian Jawa Pos juga telah memfasilitasi para guru untuk memberikan ide-ide mereka mengenai active learning untuk dibagi kepada guru-guru yang lain agar dapat diterapkan disekolahnya masing-masing. Berbeda dengan penerapan di level pendidikan dasar maupun menengah, penerapan active learning pada level pendidikan tinggi tidak membawa beban yang berat bagi seorang dosen mengingat para mahasiswa yang jauh lebih dewasa.
bola dunia(globe image) |
Metode ini akan menempatkan mahasiswa sebagai pusat kegiatan, dimana dosen berperan sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran. Dengan demikian, dosen berperan memberikan pengantar mengenai keilmuan HI dan memancing rasa keingintahuan mahasiswa terhadap studi HI tersebut. Selain itu, dosen juga berperan mendorong mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam kehidupan praktis sehari-hari mengingat pada dasarnya, ilmu HI adalah seni berinteraksi antar sesama manusia. Adapun beberapa metode pembelajaran HI kontemporer antara lain melalui serangkaian diskusi, brainstorming, simulasi, role-play, permainan interaktif dan sedikit ceramah kelas. Selanjutnya, dosen akan memancing mahasiswa dengan serangkaian pertanyaan-pertanyaan seputar topik yang disampaikan tersebut. Dengan demikian, terjalin komunikasi dua arah yang terbuka antara dosen dan mahasiswanya. Melalui kegiatan tersebut, baik dosen maupun mahasiswa akan saling memberi masukan keilmuan yang tentunya akan memicu perdebatan argumen.
Selain itu, mengingat isu-isu HI yang semakin beragam, maka penyusunan kurikulum diarahkan untuk selalu mengakomodasi kondisi internasional kontemporer namun tidak diajarkan secara terpisah-pisah. Bila program studi HI diajarkan dalam tujuh semester, maka akan terbuka kemungkinan adanya mata kuliah yang saling tumpang tidih (misalnya karena diajarkan oleh beberapa dosen) ataupun mata kuliah yang tidak sesuai dengan visi program studi HI tersebut. Maka ada baiknya bila, mata kuliah yang akan diajarkan saling dikaitkan dan diperdalam pada mata kuliah yang lain sehingga pemahaman mahasiswa terhadap suatu topik tersebut akan lebih komprehensif.
Lifeskill Mahasiswa HI
Menyikapi maraknya penganggur terdidik dalam era globalisasi saat ini, maka para mahasiswa hendaknya sadar untuk selalu memperdalam lifeskillnya, yaitu keahlian-keahlian yang dibutuhkan agar mampu bersaing dalam pasar kerja nantinya. Secara umum, lifeskill yang diperlukan mahasiswa diklasifikasikan dalam dua hal yaitu hardskill dan softskill. Untuk mahasiswa HI, hardskill yang perlu dikembangkan adalah kemampuan bahasa asing dan penguasaan ICT (information and communication technology). Selain tentunya bahasa Inggris, mahasiswa HI hendaknya mampu menguasai salah satu atau lebih bahasa PBB (Perancis, Spanyol, Arab, Cina), bahasa perdagangan ekonomi internasional lainnya (Jepang, Korea, dst) ataupun bahasa lain yang digunakan di Negara yang memiliki hubungan diplomasi dengan Indonesia (Thailand, tagalong, dst). Sedangkan penguasaan ICT lebih ditekankan karena mahasiswa HI dituntut untuk mampu mengembangkan jaringan dan mampu menjadi agen solusi dan/atau agen perubahan atas berbagai masalah dunia. ICT merupakan media yang tepat untuk menyalurkan aspirasi tersebut.
Adapun softskill yang harus ada dalam mahasiswa HI adalah mengenai perlunya nilai-nilai kepemimpinan, dinamis, terbuka, kritis & kreatif, humanis dan cinta damai. Pada dasarnya, keilmuan HI adalah seni berkomunikasi (diplomasi) dan berkawan dalam pergaulan antar negara. Maka bila dibrake-down dalam level individu, keilmuan HI adalah seni berinteraksi antar sesama manusia. Obyek studi mahasiswa HI berbeda dengan obyek keilmuan sains (yang umumnya berupa benda mati), tetapi adalah manusia dan lingkungan yang sangat dinamis dari waktu ke waktu. Akan sia-sia bila seorang mahasiswa HI bersikap introvert (tertutup) dan tidak pandai bergaul.
Kemampuan
berpikir kritis sangat dibutuhkan untuk menganalisis suatu masalah sehingga mampu
menyusun rekomendasi kebijakan dan prediksi akan masa depan. Sedangkan berpikir
kreatif diperlukan dalam rangka menciptakan ide-ide baru dalam mengatasi
permasalahan global, termasuk misalnya menumbuhkan sikap entrepreneur untuk
mengatasi kemiskinan. Nilai-nilai cinta damai menjadi penting dimiliki oleh
para mahasiswa HI agar nantinya mahasiswa akan terbiasa selalu mengedepankan
dialog (diplomasi) daripada penggunaan kekuatan militer dalam rangka
menyelesaikan masalah. Para pendiri bangsa telah mengamanatkan rasa cinta damai
pada semua generasi seperti yang termaktub dalam pembukaan UUD RI 1945.
Terkadang, justru lifeskill inilah yang tidak diajarkan dalam bangku kuliah resmi karena beragam alasan. Dengan demikian, hanya sikap proaktif dari mahasiswalah yang menjadi kunci utama dalam pengembangan lifeskill dirinya sendiri.
Terkadang, justru lifeskill inilah yang tidak diajarkan dalam bangku kuliah resmi karena beragam alasan. Dengan demikian, hanya sikap proaktif dari mahasiswalah yang menjadi kunci utama dalam pengembangan lifeskill dirinya sendiri.
Urgensi Jurusan HI
Awalnya, jurusan HI dibentuk untuk memberikan input bagi Deplu dalam rangka mencetak diplomat-diplomat handal demi mewujudkan kepentingan nasional. Fungsi program studi HI di perguruan tinggi adalah untuk memberikan landasan dan pemahaman keilmuan HI. Jurusan HI yang baru dibentuk di daerah-daerah (Kota Malang) akan selalu dihadapkan pada persaingan antar perguruan tinggi dan usaha untuk membentuk jaringan kerjasama (networking) dengan berbagai pihak. Jika tidak mampu, maka lulusan jurusan HI tersebut akan kalah bersaing dengan lulusan Jurusan HI yang terletak di kota-kota besar / ibukota (karena akses yang mudah dengan berbagai instansi terkait seperti Deplu, kantor perwakilan negara sahabat, dsb) dan yang telah memiliki nama besar almamater. Dengan demikian maka perguruan tinggi tersebut dapat dikatakan ikut melahirkan penganggur terdidik. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan lahirnya diplomat baru sekaliber Ir. Soekarno.
Sumber:
Fisip Uncen Hiers group News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar