Oleh: Yerry Kogopa
“Setiap orang
berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini
termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk
mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun
juga dan dengan tidak memandang batas-batas” (Dalam pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia )
Opini-,Pertama yang musti kita harus ketahui dari kita manusia (rakyat papua) dan lebih khusus lagi, kepada bangsa
klonial (bangsa indonesia) adalah, apa
itu demokrasi , untuk apa demokrasi itu telah di legalitaskan dalam pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, Dan
kenapa ruang demokrasi untuk rakyat papua selalu di tutupi.Hal ini menjadi
bahan renungan bagi kami orang melanesia maupun melayu.
Menurut pemahaman saya demokrasi itu sendiri adalah bebas menyampaikan aspirasi,pendapat
kritikan kepada dunia publik yang tidak bisa dapat di ganggu gugat atau di
tutupi oleh bentuk pihak apapun dan dari berbagai unsur bagimanapun yang pada
intinya dapat mendukung untuk mengalakannya.
Dan menurut pakar ahli John L.
Esposito, ilmuwan politik dari Inggris, berpendapat bahwa pada dasarnya
kekuasaan dalam negara demokrasi berasal dari dan rakyat. Oleh karena itu,
rakyat berhak berpartisipasi aktif dalam untuk pemerintahan atau mengontrol
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Selain itu, dalam lembaga resmi
pemerintah terdapat pemisahan yang jelas antara unsur legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Oleh karena itu,Perlu disadari bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat
adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan
dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dan itu adalah
salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-undang
Dasar 1945.
Tetapi kenyataan yang sedang terjadi di papua Tidak seperti itu,hanya
slalu terjadi dengan darah air mata yang menutupi ruang demokrasi itu sendiri.
Karena kami semua sudah mengetahui bahawa Sura rakyat papua adalah sebuah
terobosan demokrasi yang mana berhak memberikan rasa ideologi bangsa melanesia
kepada negara klonialisme yang mana telah menjajah ras melanesia selama 71 tahun dari
indonesia merdeka pada 17 agustus 1945 di jakarta hingga pada saat ini.
Namun,kenyataannya negara klonial tidak perna membuka mata dengan ruang
demokrasi bagi orang papua dalam
menyampaikan aspirasi,rasa ideologi,tanggapan mereka kepada NKRI(negara
kesatuan repoblik indonesia).salah satu contohnya adalah,
Ketua BEM FISIP Universitas Cenderawasih (Uncen), Yali Wenda bersama
dengan 11 orang mahasiswa lainnya yang mengatasnamakan Kelompok Solidaritas
Peduli Pendidikan Papua (S3P), diamankan ke Polresta Jayapura, dalam aksi unjuk
rasa yang digelar di Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) Abepura sekitar
pukul 11.30 WIT.
Dalam aksinya, S3P menuntut Rektorat Uncen memprioritaskan 80 persen
anak asli Papua dan 20 persen untuk non Papua dalam penerimaan mahasiswa baru.
Sebagian mahasiswa dapat di tahan di lapas abepura ketika mereka mulai
melangka 100 meter dari depan kampus
uncen untuk demontrasi damai .Belasan mahasiswa di caci maki oleh POLISI dengan
kata-kata yang kurang enak di dengar seperti Monyet,anjing babi.kemudian
sebagian mahasiswa di pukul dengan senjata akhirnya luka-luka di dahi muka dan
bibir ketika mereka mulai menyampaikan unjuk rasa kepada lembaga uncen.
Inikan hak mahasiswa untuk mau merubah dinamika kampus yang sebenarnya
karena mahasiswa juga hak hidup berorganisasi dan menyampaikan pendapat kalau
itu semua benar.negara musti harus bertanggung jawab itu.
Nahh,inikan bagian dari suara mahasiswa yang sedang di tutupi oleh
negara klonialisme alias indonesia dalam menyampaikan sikap dan aspirasinya
kepada pemerintah. Tetapi malah slalu di tutupi dengan kekerasan yang di lipat
ganda dengan senjata yang di miliki oleh
negara yang tidak punya jadi diri ini.
Berarti,Sama hal juga yang telah dilakukan sikap aparat keamanan di
Fak-Fak dalam mengahadapi beberapa aksi demonstran yang telah dilakukan oleh masyarakat sipil di
Fak-Fak pada hari Kamis 16 sabtu 2016
yang lalu,yang terus menuntut agar pemerintah membuka ruang demokrasi
seluas-luasnya. Selain di Fak-Fak daerah lain di Papua juga mengalami nasib
yang sama.
Namun, ruang-ruang demokrasi tersebut
semakin tertutup bagi Orang Asli Papua yang sedang menuntut keadilan dan
penyelesaian kasus Hak Asasi Manusianya di Tanah ini (Papua).
Dan menjadi pertanyaannya adalah apakah, semua manusia papua yang ada di
muka pri bumi papua adalah bukan masyrakat sipil (masyarakat madani),karena
dikatakan rakyat sipil berarti,rakyat yang mempunyai hak untuk menyuarahkan yang
menjadi hak dan nasib mereka kepada pemerintah melalui beberapa organisasi
sipil yang telah di bentuk oleh orang asli papua seperti Lembaga swadaya
masyrakat(LSM),dialog jakarta-papua damai dan lain-lain. ini merupakan bagian
yang penting musti di perhatian serius oleh birokrasi karena kenyataan yang
sedang di alami oleh rakyat manusia papua tidak seperti demikian. Dialog
jakarta papua yang di kordinir oleh P.Dr.Neles kebadaby tebay Pr (Dosen besar
STFT) .Itu pun sedang di tolak oleh indonesia.
Maka,Perlu disadari bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak
setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan
sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dan itu adalah salah
satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945.
Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan pasal 19
Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, yang berbunyi “Setiap orang berhak
atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk
kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari,
menerima, dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan
dengan tidak memandang batas-batas”.
Perwujudan kehendak warga negara secara bebas dalam menyampaikan pikiran
secara lisan dan tulisan dan sebagainya harus tetap dipelihara agar seluruh
layanan sosial dan kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur tetap
terbebas dari penyimpangan atau pelanggaran hukum yang, bertentangan dengan
maksud, tujuan dan arah dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan
hukum sehingga tidak menciptakan disintegrasi sosial.
“Tetapi justru harus dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan
masyarakat. Dengan demikian, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip hukum intemasional.
Maka solusinya adalah semua badan legislatif birokrasi(DPRP) maupun
lembaga legislatif akademisi kemahasiswaan (BEM,MPM DAN DPMF) Se-tanah papua
harus mengambil langka yang tepat untuk menggali dan membenahi kembali semua
kasus pembenuhan,pemerkosaan dan penganiyaan sudah dan sedang terjadi dari
tahun 1962 sampai pada saat detik ini,kalau kebijakan ini tidak bertanggung
jawabkan oleh kedua lembaga maka kasus papua akan tumpuk jauh lebih banyak dan
tak perna orang papua tinggal diam dengan kesejukan alamnya tetapi akan di
rasakann dengan tetesan darah air mata yang tak perna berkesudahan.
Salah satu contoh, yang menjadi trobosan/solusi bagi kami orang papua adalah, figur Bpk DPRP Laurenus
Kadepa, yang menjabat di bidang Hukum dan Ham provinsi papua. Karena ada banyak
bukti yang beliau telahmelaksanakan di lapangan dan sudah tersiar melalui media
masa maupun di media elektronik.Begitu banya masa aksi yang di tahan oleh Brimob di kora raja luar
pada tanggal 2 Mei 2016 di keluarkannya,kasus
paniai berdarah 08 desember 2014 telah membentuk pansus (panitia khusus untuk
mencari fakta) data yang sebenarnya di lapangan,kasus yahukimo pun demikian dan
ada banyak media masa yang beliau menjadi figur terbaik bagi rakyat papua.
Ini,merupakan kebijakan konkrit yang telah di ambil alih oleh DPRP untuk
membenahi secara sistematis kasus pelanggaran HAM yang sedang tejadi di papua
di mata internasional yang bersumber dari suara rakyat papua yang tidak buka
mata oleh negara indonesia.
Dan juga di kalangan mahasiswa/i papua, teman-teman BEM Fisip maupun Teknik
merupakan kedua figur akademisi yang
mampu menjadi tombak bagi kampus-kampus lain yang ada di seluruh pelosok bumi
papua.Karena adanya realita bahwa, setiap kali ada kasus pelanggaran HAM, Hari
aneksasi tahun 2 Mei 1962 papua masuk dalam NKRI,dan penerimaan mahasiswa baru
jalur (SNMPTN/SLSB),selalu turun jalan dengan cara dan sikap mereka secara
damai dan tentram yang berujung pada garis kebenaran.
lebih khusu kami sebagai mahasiswa/i papua musti bersuara karena suara kami adalah suara
dari rakyat yang mana mampu menyuarakan kepada dunia untuk merubah dinamika
kehidupan rakyat papua yang tidak baik menjadi baik dan sejatrah menuju papua
yang sona damai.Dan kami mahasiswa
adalah agen perubahan(agent of change)
dalam tolak ukur pembangunan papua yang merdeka untuk kedepan.
Oleh karena itu,mari satukan satu tugu dan honai membangun papua dengan
menghapuskan semua kasus dan virus yang sedang dan suda terjadi di papua.Jangan
hanya menjadi manusia yang tahu bicara di kursi baik di lembaga akademisi BEM
dan lembaga legislatif pemerintah. Tetapi mejadi pelaksana di lapangan untuk
menuju hak penentuan nasib sendiri yang sedang di sebut (Kemerdekaan) yang pada akhirnya menjadi negara yang memiliki
jati diri dari anti-kasus pelanggaran HAM dan no-narkoba.