Fotho pribadi( Yerry Kogopa KA) |
Oleh: Yerry Kogopa
(Opini)-,Hingga saat ini mahasiswa masih dianggap sebagai
entitas lain dalam kehidupan sosial bermasyarakat di Indonesia. Pasalnya,
wacana yang dibangun tentang anak muda yang mengecam pendidikan tinggi dinilai
mampu melahirkan perubahan ke arah positif,atau sering kita kenal dengan
istilah agent of change.
Keberadaan mahasiswa sebagai kaum intelektual masih
menjadi harapan bagi masyarakat. Bila ditilik dari catatan sejarah, tak sedikit
catatan sejarah yang menuliskan tentang perjuangan kaum muda itu. Termasuk dari
tragedi dan perubahan yang terjadi melalui pola pikir dan tindakan para
mahasiswa.
Dinamika internal kampus juga berperan besar dalam
mempengaruhi mental mahasiswa melalui organisasi intra kampus atau ekstra
kampus. Banyak mahasiswa yang melahirkan ide dan semangat besar untuk
menjunjung tinggi tridarma perguruan. Karena mahasiswa ini kelak akan
menjadikan pemimpin yang akan berguna bagi bangsa dan negara.
Dari situ, kita tengok saja sejumlah tokoh politik
atau pemimpin bangsa yang juga lahir dari organisasi mahasiswa seperti
Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, Firman Soebagyo, Fadel Muhammad, Budiman
Sudjatmiko, Amien Rais, Ade Komarudin, Fahri Hamzah dan lain-lainnya.
Belakangan ini, tak sedikit mahasiswa yang
mengeluhkan sikap pejabat kampusnya di tempat mereka memupuk ilmu. Pasalnya,
banyak aturan yang diciptakan cenderung membatasi bahkan mematikan kreatifitas
atau ruang gerak para kaum aktivis mahasiswa.
Saya mengambil contoh kampus kami uncen . Di mana
kampus tempat kami menimba ilmu dan mengukir prestasi baik akademik maupun non
akademik tidak lagi sejalan dengan idiologi tridarma perguruan tinggi.
Penyebabnya, organisasi internal kampus seperti
Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
sudah sejak tahun 2012 dibubarkan pihak rektorat kampus uncen
Mereka sengaja melakukan ini semua agar mahasiswa
jadi gampang diarahkan sesuai nafsu bisnis dan kekuasaan mereka. Sehingga
tridarma perguruan tinggi tidak ada lagi di kampus kami. Yang ada melainkan
pemilik kampus hanya berkiblat pada uang dan tidak lagi mengembangkan wawasan
intelektual di kampus.
Mirisnya lagi, kami sebagai mahasiswa justru pernah
merasakan pengalaman pahit di kampus. Kami pernah dipukuli oleh pihak keamanan
internal kampus lantaran menggelar aksi demonstrasi menolak kedatangan menteri
polhukam”panjahitan”. Bukannya demo itu adalah hak kami sebagai kaum
intelektual? Sebagai kaum terdidik dan kaum muda, kami independen melakukan apa
saja. Tapi seakan-akan pihak kampus dan kepolisia mengkolaborasi untuk melarang
hal itu. Ada apa?
Dari kami, dari aksi pemukulan itu sejumlah mahasiswa
pingsan kemudian dilarikan ke RS Sumber Waras untuk penanganan. Kami dari
mahasiswa hanya bisa melakukan apa yang harus dilakukan oleh mahasiswa.
Selain masalah keorganisasian,kampus tempatnya
menuntut ilmu juga bermasalah dalam bidang akedemik. Seperti mayoritas dosen
yang hanya bergelar sarjana atau S1. Fasilitas laboraterium untuk praktek yang
tidak memenuhi standart akreditasi yang ditargetkan, untuk mahasiswa strata
satu (S1) yang mengajar mahasiswa calon S1 itu.
Selain itu, sarana perkuliahan seperti perpustakaan
dan laboraterium yang minim itu mengundang tanda tanya. Ke mana uang bayaran
kuliah selama ini yang dibayarkan para mahasiswa?
Setahu saya, selain untuk mendapatkan gelar sarjana,
kampus seharusnya menjadi tempat para mahasiswa mengekspresikan ide dan
gagasan,menggali potensi diri menjadi jembatan pengabdian kepada masyarakat.
Yang jadi soal, di kampus kami ini sudah menjadi
kampus terkomersialisasikan dan. pragmatis oportunis. Para kawan-kawan
mahasiswa di kampus kami dibentuk untuk jadi buruh murah dengan pengetahuan apa
adanya. Dan menjadi individualis hedonis yang tak lagi memiliki idiologi
sebagai dasar pemikiran kontemporer dalam ekonomi global.
Kami harapkan, kampus uncen itu semestinya berjalan proses demokratisasi,
seperti kampus lainnya. Karena penghasilan mereka dari keringat bapak dan ibu
kami. Tidak seperti kampus kami ini, potensi kami sebagai mahasiswa dikangkangi
oleh pemilik kampus dengan semena-mena.
Padahal, kampus adalah wahana untuk menggali dan
meningkatkan potensi diri. Bukan malah memarjinalkan mahasiswa yang bersemangat
tinggi dengan membungkam mulut pikiran dan langkah gerak melalui aturan aturan
yang diciptakan.
Penulis :Mahasiwa Papua
Yang Sedang Kulia Di Uncen Jurusan Hubungan Internasional(Fisip Uncen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar